Masih dalam rangkaian acara APNE 2017 yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten Pekalongan dalam rangka mengenalkan pesona wisata Petungkriyono, BACA SINI hari ke dua ini kita diajak jalan-jalan di padepokan batik pesisir milik bapak Failasuf. Seorang pengusaha batik di Kabupaten Pekalongan yang concern mengembangkan batik pesisir-an.
Dari berbagai sumber yang saya kumpulkan, motif batik pesisir sebenarnya memperlihatkan gambaran yang berbeda dengan motif batik keraton. Batik pesisir lebih bebas serta kaya motif dan warna. Mereka tidak terikat dengan aturan keraton, tetapi memiliki sedikit nilai filosofis. Motif Batik pesisir berupa tanaman, binatang, dan ciri khas lingkungannya.
Warnanya ramai biar kelihatan lebih menarik. Batik pesisiran banyak menyerap pengaruh luar, seperti pedagang asing dan para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh etnis Tionghoa yang juga mempopulerkan corak phoenix.
Tidak seperti motif batik jogja atau motif batik solo, motif batik pesisir didominasi dengan corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal, seperti motif batik bunga tulip dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah. Misalnya gedung, kereta kuda, meriam, atau pun kapal. Warnanya pun tergantung dari kesukaan mereka, seperti warna biru, merah.
Batik Pekalongan
Batik Pekalongan termasuk motif batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Kalau dibanding dengan batik pesisir lainnya, motif batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi pendatang keturunan Cina dan Belanda.
Motif batik Pekalongan sangat bebas dan menarik, walaupun motifnya kadang sama dengan motif batik Solo atau Yogyakarta, sering kali dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif. Walaupun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, diduga batik Pekalongan sudah ada sekitar tahun 1800. Referensi dari sebuah blog yang saya baca tentang sejarah batik pekalongan -fatinia.com-, ada data yang diperoleh Deperindag Pekalongan, bahwa motif batik itu ada yang dibuat tahun 1802.
Namun, perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga keraton serta para pengikutnya meninggalkan kerajaan.
Namun, perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga keraton serta para pengikutnya meninggalkan kerajaan.
Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itulah, keluarga kerajaan dan pengikutnya mengembangkan batik. Ke timur, batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya, dan Madura. Sedang ke arah barat, batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon, dan Pekalongan.
Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang. Para pengikut pangeran Diponegoro yang menetap di daerah ini kemudian mengembangkan usaha batik di sekitar daerah pantai ini, yaitu selain di daerah Pekalongan sendiri, batik tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan, dan Wonopringgo.
Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.
Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Keistimewaan batik Pekalongan adalah, para pembatiknya selalu mengikuti perkembangan zaman.
Sementara itu batik Pesisir Pekalongan memiliki corak dan komposisi warna yang lebih kaya. Corak batik biasanya disesuaikan dengan keadaan daerahnya. Seperti batik Pesisir Pekalongan, simbolisasi motifnya pun bernuansa pesisir. Misalnya motif bunga laut dan binatang laut.
Belajar Membatik di Padepokan Batik Failasuf
Terus terang saya belum pernah benar-benar tahu proses membuat batik. Padahal di Semarang sendiri ada kampung batik dan bisa belajar disana, tapi dengan segala alasan pembenaran jadi belum sempat belajar kesana. Jadi kesempatan berkunjung ke padepokan kemarin tidak saya sia-sia kan untuk mempelajari proses membuat batik.
Proses pertama yang harus dikerjakan adalah menggambar pola. Setelah pola digambar selesai, baru masuk ke tahap pembatikan. Jadi pola yang tadi masih pakai pensil atau bulpoin digambar lagi dengan lilin. Itulah proses batiknya.
Nah setelah proses pembatikan ini selesai, masih ada tahap lagi namanya Nglowongi, nglembuti dan mopokin. Maksutnya itu mengisi bagian-bagian dari pola batik yang masih kosong. Jadi diberi warna-warna lagi.
Jadi kira-kira beginilah setengah proses dari nglowongi, nglembuti dan mopokin. Setelah ini semua selesai masih harus diperiksa lagi sama QC atau Quality Control. Jadi semacam proses pengecekan apakah masih ada yang perlu diperbaiki apa tidak, mungkin batikanya ada yang keluar-keluar dari garis dan sebagainya. Intinya proses QC ini pengecekan kualitas batik sudah layak masuk pencelupan warna apa belum. Jika sudah layak maka masuklah ke proses pewarnaan.
Dalam pewarnaan ini masih ada tiga proses lagi yang harus dilalui. Pertama ini proses pewarna pertama yang menggunakan pewarna alami dari tumbuhan. Kemudian setelah cukup kering proses pewarnaan ini sendiri dilanjutkan dengan pematian warna atau mengunci warna biar warna nya ngga luntur. Kalau ini menggunakan zat kimia. Terakhir setelah pematian warna ini adalah proses plorotan atau proses membuang lilin nya dengan cara direbus.
Peluncuran Batik Motif Petungkriyono karya Bapak Failasuf
Setelah kita selesai belajar membuat batik kemudian kita dikumpulkan lagi ke pendopo dan sudah ada bapak bupati kembali menyambut ditemani dengan bapak Failasuf. Tentang penyambutan itu masih seputar berbagi informasi tentang batik pesisiran Pekalongan dan upaya pemerintah kabupaten untuk memperkenalkan batik pesisiran secara Internasional. Salah satu upaya itu yang baru-baru ini dilakukan pemkab adalah dengan membuat sebuah film dokumenter tentang sejarah legenda batik nusantara pada bulan Juli lalu dan rencananya hasil film tersebut akan diputar oleh UNICEF.
Dalam kesempatan yang sama, bapak Failasuf juga memperkenalkan kita karya terbarunya yakni batik dengan motif hutan Petungkriyono yang sudah dibuatnya sejak sebulan yang lalu, itu pun masih belum selesai dan masih dalam tahap pembatikan.
Batiknya menggambarkan tentang kondisi georafis Petungkriyono yang didominasi hutan dan pegunungan.
Selain memamerkan karya batik Petungkriyono, bapak Failasuf juga memperkenalkan karya lainya dalam gelaran parade batik yang dikenakan langsung oleh model dan acara sesi foto bersama para model tersebut menjadi penutup acara pada siang itu.
Karena sudah lama murtad dari dunia fotografi, jadi nggak banyak ngarep di sesi foto kali ini. Foto sedapatnya aja
Berakhirnya acara explore batik pesisiran di padepokan batik milik bapak Failasuf tersebut mengakhiri juga rangkaian acara APNE 2017 kemaren. Pengalaman yang luar biasa bertemu dengan 80 orang hebat dan belajar dari kehebatan mereka masing-masing. Saya jadi bener-bener ciut diacara kemaren karena saya masih merasa amatiran dalam bidang yang membawa saya ke sana, blog. Tapi bagaimanapun itu yang terpenting adalah proses belajar yang tidak pernah berhenti. Acara kemaren adalah ladang belajar buat saya pribadi, terimaksih APNE 2017. Semoga kedepan menjadi acara tahunan yang terus membawa misi memperkenalkan pesona wisata daerah lainya.