Surga Tersembunyi di Petungkriyono Kabupaten Pekalongan





Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Tentang lirik lagu "Kolam Susu" milik Koes Plus itu emang benar adanya. Kita patut bersyukur untuk karunia itu karena kenyataanya Indonesia memiliki banyak surga tersembunyi di dalamnya. 

Soal surga tersembunyi itu sendiri ada banyak daerah-daerah pedalaman di Indonesia yang menyimpaan keindahan dan patut kita sebut surga. Kabupaten Pekalongan misalnya yang ternyata memiliki pesona eksotis hutan ekowisata. FYI Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal. Masih belum banyak yang tahu kalau ternyata Petungkriyono, sebuah kecamatan yang ada di kabupaten Pekalongan memiliki hutan konservasi dan curug yang  patut dijadikan destinasi wisata kala liburan tiba.

Kenyataan tentang surga yang tersembunyi itu saya dapat dari sebuah pengalaman bergabung dalam sebuah event Amazing Petung Nasional Explore atau APNE 2017.  APNE 2017 sendiri diadakan oleh pemerintah kabupaten Pekalongan untuk memperkenalkan sektor pariwisatanya yang berpusat di Petungkriyono. Lokasi Petungkriyono sendiri memang sedikit jauh dari kota Pekalongan, jaraknya kira-kira 23 km. Dari kota pekalongan bisa menggunakan kendaraan apa saja menuju kecamatan Doro kabupaten Pekalogan yang kemudian perjalanan bisa diteruskan dengan Anggun Paris atau Angkutan gunung pariwisata.

Begini penampakan Anggun Paris nya. Maksimal penumpang 15 orang dengan tarif sekali jalan bolak balik 500 ribu.
Sebenernya perjalanan menuju curugnya juga udah bisa dibilang surga sih kalau memperhatikan kanan dan kiri jalan yang rindang dengan  tumbuhan yang saat ini masih menjadi konservasi oleh beberapa peneliti. Orang menyebutnya hutan Sokokembang, merupakan habitat asli Owa Jawa. Selain Owa ada juga kera, lutung dan juga macan tutul tinggal disana. Selain itu kawasan hutan Sokokembang itu juga memiliki keragaman flora yang diperkirakan ada lebih dari 250 species hidup di sana.

Sebagai orang yang tinggal di kota melihat yang demikian adalah sesuatu yang masih langka. Hutan disana masih sangat dijaga kelestariannya, dan merupakan satu-satunya hutan terluas di pulau jawa. Itu nggak heran kenapa Petungkriyono mulai disebut sebut sebagai paru-parunya pulau Jawa. Jika datang kesana dan menggunakan mobil dengan atap terbuka -aka Anggun Paris- maka akan terasa udara yang sangat segar tanpa polusi. Hawa-hawa yang dingin, sepanjangan perjalanan bahkan kita bisa sambil menghirup wewangian bau berbagai macam tanaman. Suara-suara kicauan burung dan jangkrik menambah perjalanan menjadi semakin menarik.  Bahkan menurut cerita lokal guidenya jika beruntung kita bisa bertemu macan atau kijang di tengah jalan. Semacam kejutan gitu ya kalau bisa ketemu dijalan, hihi

Soal kejutan itu kita dapat juga kejutan sambutan di pintu masuk Petungkriyono.


Sambutan berupa penari dari panitia dan jamuan kopi dari warga setempat. Karena kopi salah satu andalan hasil bumi warga sana. Di Petungkriyono ada dua macam kopi yang terkenal , kopi Petung dan kopi Owa. Tentang kopi Petung itu adalah jenis kopi arabika yang dihasilkan dari desa Kasimpar sampai desa Yosorejo yang memiliki ketinggian lebih dari 1500 mdpl. Secara jenis kopi arabika emang bisanya tumbuh di daerah yang tingginya lebih dari 1500 mdpl. Sedangkan kopi Owa jenis kopi robusta yang dihasilkan dari desa berada di ketinggian kurang dari 1500 mdpl. Kopi Owa sendiri bukan semacam kopi luwak yang hasilnya bijinya dari kotoran binatang itu ya, dinamakan kopi Owa karena hasil penjualan kopi itu sebagian untuk biaya konservasi hewan langka yang ada di Petungkriyono itu.
Soal rasa kopinya sendiiri enak lah, saya sampai habis empat gelas kopi. Antara haus dan rakus ya itu.

Kembali lagi ke APNE, acara APNE yang diadakan ditahun pertamanya ini Ada 80 peserta yang terdiri dari para bloger, fotografer dan droner  dari berbagai daerah yang diajak berkeliling dari satu lokasi ke lokasi wisata lainya. Mau tau apa aja itu, yuk baca sampe habis postingan ini dan rasakan sensasinya..

1. Curug sibedug


Curug ini masih masuk wilayah Desa Kayupring, masih dalam kawasan ekowisata Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. Curug ini cukup unik karena memiliki dua aliran air terjun di sisi kanan dan kiri dengan ketinggian air kira-kira 20 meter. Airnya dingin tentu saja mengingat cuaca disana yang juga dingin, tapi menyegarkan.


Posisi curug ini yang berada persis di samping jalan juga menguntungkan karena tidak perlu berjalan jauh dari parkir kendaraan. Bahkan bisa hanya sekedar menikmatinya dari jalanan karena air terjun nya pun tidak begitu jauh dari jalanan. Tapi masak iya cuman liatain aja ngga mau mampir main-main airnya. kan sayaannng...


Ini salah satu potret keseruan mengexplore curug ini, sampai ada yang rela jejeguran kebawah. Kalau explore kudu total emang nggak boleh setengah-setangah.

2. Jembatan Sipingit
    Sebelum sampai di jembatan Sipingit, kita sempet mampir di area peswahan yang sayang buat dilewatkan buat sekedar pepotoan. Spotnya cantik dan minta difoto banget. Terbiasa jalan di perkotaan yang kanan kirinya gedung tambah asap kendaraan, lihat yang begini semacam ada di dunia lain sih.




Kesegaran udara dan kecantikan view alamnya harus dinikmati bener-bener sebelum kembali ke dunia nyata.


Perhatikan pojok kiri atas, nah itulah jembatanya.
Jadi sebenernya jembatan ini bukan salah satu tujuan utama wisata disana, justru sungainya lah yang dijadikan wahana untuk rafting. Tapi dari penyelenggara APNE 2017 sendiri tidak menjadwalkan untuk rafting jadi tempat ini sayang kalau hanya dilewatkan begitu saja. Sekedar pepotoan dengan gemercik air yang ada disana masih sangat bisa buat nambah koleksi foto di Instagram kok. Foto di jembatanya dengan background sungai juga oke. Tapi yang masih belum terima hanya pepotoan di atas memutuskan turun sampai ke kolong-kolongnya juga ada.

keseruan para peserta APNE 2017 yang sedang mengabadikan aliran sungai dibawah jembatan Sipingit


3. Welo River



Tidak jauh dari jembatan sipingit tadi, masih ada destinasi lagi dan ini nggak kalah menariknya buat berburuan foto. Welo river ini ada banyak yang bisa dijadikan spot hiburan kalau dibilang foto-foto itu menghibur. Dari gerbang depan aja udah keliatan ada spot foto lope lope gitu kan.


Spot foto dengan lambang-lambang hati ini emang sekarang nasionalis banget ya, dimana-mana udah ada. Tapi yang di sini unik karena lambang hatinya ada tigaa. -nggak ada hubungannyya- ciaatttt


Kalau lambang hati tadi terlalu mainstream, coba spot foto yang ini.


Selain spot-spot foto tersebut, di welo river ini ada fasilitas rafting juga dengan jalur yang melewati jembatan sipingit tadi. Jangan khawatir mereka juga menyewakan peralatan rafting. Harga sewanya untuk river tubing 75.000, river tracking 60.000, body revting 35.000, sewa pelampung/ban 10.000.

4. Curug Bajing



Sebelum bertemu dengan curug bajingnya kita akan disambut terlebih dahulu dengan spot foto yang sayang juga buat dicuekin gitu aja. Biar kekinina, boleh kok ikut gegayaan di spot-spot ini. Tetep, spot nasionalisnya lope lope masih ada juga.  Tapi yang ini luar biasa karena berlatar belakang langsung curug Bajingnya.

Bisa foto dengan latar belakang gunung kayak gini 

Atau yang sedikit menantang adrenalin kayak gini, foto berdiri diatas jurang
Sebenarnya ada satu spot lagi yaitu rumah pohon, tapi karena saking takjub dengan pemandangan yang ada di sana jadi lupa buat foto rumah pohonya padahal udah naik dan ngambil beberapa foto diatas sana.

Ini hanya sebagian spot yang bisa ketangkap lensa kamera, kalau mau dipamerin semua ngga cukup tematnya.
Dan inilah penampakan dari primadona wisata di Petungkriyono, curug Bajing..



Lokasi curug ini ada di desa Tlogopakis. Curug Bajing ini termasuk lokasi wisata yang pertama kali dikembangkan oleh masyarakat setempat. Diceritakan Asal mula nama bajing ini konon diambil karena tempat ini dijadikan persembunyian oleh para bajingan. Tinggi air terjung curug ini kurang lebih 100 meter.

5. Curug Lawe
  Setelah selesai explore curug bajing perjalanan dilanjut lagi ke curug Lawu. Tapi secara lokasi sebenernya jauh curug Bajing daripada curug Lawe ini. Hari sudah mulai sore dan agak gelap karena kabut sudah turun, tapi yang luar biasa saat sampaii disana adalah penyambutannya.


Sambutan selamat datang dari warga lokal dengan tarian Pesona Petungkriyono ini sedikit mengurangi rasa lelah setelah seharian maraton dari lokasi satu ke lokasi lainnya. Saking semangatnya para penari ini menyambut kita membuat beberapa peserta APNE 2017 juga ikut menari bersama mereka..


Semacam bikin flasmob baru gitu, dan beberapa yang nggak bisa ikut menari karena tempat sudah penuh hanya bisa mengabadikan meoment ini dengan kameranya masing-masing.


Setelah penyambutan tarian itu kemudian kita istirahat sebentar sambil isi amunisi baru dengan makan. Sambil makan ini kita disambut kembali dengan wakil bupati, ibu Arini Harimurti. Setelah sambutan dan sedikit hiburan live musik dari warga lokal juga itu kegiatan mulai sedikit ngeblank. Harusnya emang ke curug lawe tapi hari udah bener-bener gelap dan mungkin kebanyakan dari kita udah kehabisan tenaga untuk jalan kaki menuju curug lawe yang diperkirakan sampai 3 km. Jadi kegiatan yang asik untuk mengisi kekosongan itu saya hanya candid candid beberapa yang menarik saya ambil gambar.

agak sedikit maksa sih, soalnya lensa ngga nyampe buat ngrekam si mas ini sedang moto siapa. Tapi kalo saya masih lari-lari nyari angel ya bakal kehilangan momentnya. 
dan mas ini yang entah tatapannya semacam iri sama masnya yang diatas karena saya candid mulu, jadi saya candid juga. sebenernya mas ini lagi liatin objek yang difoto sama mas yang diatas sih, hihi
Ini loh yang dari awal jadi fokus mas mas diatas

Jadi kegiatan mengexplore curug Lawe nggak kekejar karena waktu emang nggak memungkinkan dan habis buat saling candid kayak gitu. Tapi ada beberapa peserta lainya yang berhasil mengexplore sampai ke hutan-hutanya dalam. Sempet nyari tahu tentang curug lawe itu kayak gimana dan seperti inilag gambaran curugnya

Foto ini diambil dari sebuah blog jalan2.com
Keren ya, harusnya karena itu spot terakhir bisa buat jejeguran juga di airnya. Tapi waktu yang tak mengijinkan kita. Selain spot curugnya, disana juga ada spot foto rumah pohon juga.

foto ini diambil dari blog jalan2.com
Itu sedikit lebih extrim sih rumah pohonya tanpa ada penahan atau pegangan di kanan kirinya. Tapi buat yang suka main adrenaline patuut dicoba. Viewnya dari sana bagus banget sih tapi, sayang ngga bisa sampai sana kemaren. Lain waktu harus kesana buat explore lagi. Emang nggak cukup sehari aja buat explore Petungkriyono. Harus disana mungkin dua atau tiga hari sambil ngecam. Itu ide menarik juga ya, bisalah diusahain kesana lagi.

Masih mau ngabisin liburan cuman jalan-jalan seputaaran kota? ngemall? ke pantai lagi?  duh ketinggalan jaman. Sesekali harus merasakan liburan alam kayak gini, selain baik untuk kejiwaan karena disini banyak banget sumber ketenangan jiwa juga bisa menambah religius dan rasa syukur kita. Selama perjalanan pikiran kita akan dibuka dengan hal-hal yang nggak kita temui di kota, sesuatu yang perlu kita syukuri adalah kita masih memiliki hutan cantik ini ditengah krisi hutan kita yang sudah mulai pada punah. Inilah warisan untuk anak cucu kita yang sebenarnya.

Jadi jangan melulu batik yang diingat kalau dengar kata Pekalongan ya. Semua udah tahu kalo Pekalongan kota batik. Satu hal lagi yang perlu dibagikan bahwa Pekalongan punya kabupaten dan punya potensi wisata bak surga. Jadi ayo wisata ke kabupaten Pekalongan dan datang ke Petungkriyono..
Tinggalkan Komentar anda Tentang Berita ini