Foto ini diambil dari eventsolo.com |
Ada begitu banyak festival di Indonesia, dari festival lokal sampai nasional. Tapi hanya ada beberapa festival yang gaungnya kuat banget kesebar sampe ke penjuru daerah di Tanah Air. Salah satu yang kuat itu adalah festival Payung. Festival yang mempertemukan pelaku Industrl kreatif kreasi payung, penggiat pelaku seni karnaval dan masyarakat untuk melestarikan seni kerajinan payung Indonesia itu diadakan pertama kali tahun 2014 dan sukses menyedot antusias masyarakat. Tidak hanya masyarakat setempat, kota diadakan festival tersebut yaitu Solo tapi juga masyarakat dari luar Solo. Termasuk aku dan rombongan yang datang dari Semarang, Jepara, Pekalongan, Banyuwangi dan beberapa kota di Jawa Tengah lainya.
Minggu lalu aku ke sana bareng rombongan Genpi Jateng. Sedikit tentang Genpi ini adalah Komunitas Generasi Pesona Indonesia yang fokus mengangkat potensi wisata daerah di Indonesia. Komunitas ini sudah berpartner dengan Kementrian Pariwisata dalam menyebarkan informasi potensi wisata setiap daerah di Indonesia.
Minggu lalu aku ke sana bareng rombongan Genpi Jateng. Sedikit tentang Genpi ini adalah Komunitas Generasi Pesona Indonesia yang fokus mengangkat potensi wisata daerah di Indonesia. Komunitas ini sudah berpartner dengan Kementrian Pariwisata dalam menyebarkan informasi potensi wisata setiap daerah di Indonesia.
Acara berlangsung dari hari Jum'at tanggal 15 September 2017 sampai dengan Minggu 17 September 2017, aku sama rombongan baru sampai sana Sabtu malam dan sedang berlangsung parade peragaan busana yang diadakan di Pendapa Ageng Pura Mangkunegaran. Aku langsung mlipir ke sana sama satu teman ku dan mencari posisi enak buat melihat peragaan busana yang sedang berlangsung. Nggak mudah loh karena saking ramainya orang di sana dari yang tamu undangan, para peliput dan warga masyarakat biasa.jadi satu.
Kalo ini ku ambil dari HP jadul cekrek-cekrek ku sendiri. Sebagian kecil keramaian di depan pendopo yg tengah menampilkan parade busana |
Serius itu bagus banget!! Jadi kesel kenapa waktu itu ngga bawa Nikon 3100 ku! Ngandelin kamera HP aja duh nggak tahu kenapa hasilnya banyak yang blur. Ngga layak upload banget!! Itu juga ngga berlangsung lama karenaa kita udah ketinggalan acara jauh banget. JAdi cuman sebentar dan nggak bisa dapat materi buat dibagi.
Syukur setelah parade busana selesai, aku dan temen ku disamperin sama salah satu temen Genpi yang kenal dengan Mas Heru Pataya. Mas Heru Pataya itu adalah penggagas acara Festival Payung itu sendiri. Dan dengan santainya aku nyletuk minta dikenalin mas Heru dan ngobrol sebentar. Bersyukurnya lagi bahwa cletukan ku itu langsung diaminin, jadi ketemulah aku dengan mas Heru.
Kita ngobrolin apa aja? wah banyak ternyata, dari yang pertama aku tanyain motifasi bikin cara Festival Payung itu apa. Jadi mas Heru ingin menjadikan payung sebagai icon nusantara dengan mengumpulkan desa-desa payung, pengrajin payung, kreator payung, designer dan pecinta payung dalam satu pagelaran dan tercetuslah Festifal Payung Indonesia itu.
Nah aku jadi penasaran lagi kenapa kalau mau menunjukan icon nusantara harus payung, kan ada benda-benda yang lebih iconik dengan nusantara kita ketimbang payung itu. Wayang misalnya kan? Mas Heru punya jawabannya sendiri bahwa dipilihnya payung karena payung salah satu pusaka budaya selain keris, wayang dan topeng yang kurang sedikit populer dan terkadang keberadaanya terabaikan. Padahal peran payung ini sangat penting bagi kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal dan kebanyakan kegiatan-kegiatan yang bersifat ritual biasanya menggunakan payung. Karena itu menurut mas Heru, payung harus menjadi sesuatu yang membanggakan dan tidak diragukan lagi untuk menjadi salah satu icon nusantara.
Dari obrolan itu juga aku baru tahu kalau Festival Payung itu dibangun dari semangat kemandirian sebuah komunitas dan bukan acara yang dibuat oleh pemerintah walaupun pada akhirnya acara tersebut mendapat dukungan dari kementrian pariwisata dan pemerintah kota Solo.
Syukur setelah parade busana selesai, aku dan temen ku disamperin sama salah satu temen Genpi yang kenal dengan Mas Heru Pataya. Mas Heru Pataya itu adalah penggagas acara Festival Payung itu sendiri. Dan dengan santainya aku nyletuk minta dikenalin mas Heru dan ngobrol sebentar. Bersyukurnya lagi bahwa cletukan ku itu langsung diaminin, jadi ketemulah aku dengan mas Heru.
Tanya-tanya sama mas Heru Pataya
Foto ini diambil dari akun twitter @Jatengtweet yg ternyata ngambil gambar pas aku tanya-tanya dengan mas Heru. Jadi ngobrol ku sama mas Heru Pataya ngga Hoax hehe |
Nah aku jadi penasaran lagi kenapa kalau mau menunjukan icon nusantara harus payung, kan ada benda-benda yang lebih iconik dengan nusantara kita ketimbang payung itu. Wayang misalnya kan? Mas Heru punya jawabannya sendiri bahwa dipilihnya payung karena payung salah satu pusaka budaya selain keris, wayang dan topeng yang kurang sedikit populer dan terkadang keberadaanya terabaikan. Padahal peran payung ini sangat penting bagi kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal dan kebanyakan kegiatan-kegiatan yang bersifat ritual biasanya menggunakan payung. Karena itu menurut mas Heru, payung harus menjadi sesuatu yang membanggakan dan tidak diragukan lagi untuk menjadi salah satu icon nusantara.
Dari obrolan itu juga aku baru tahu kalau Festival Payung itu dibangun dari semangat kemandirian sebuah komunitas dan bukan acara yang dibuat oleh pemerintah walaupun pada akhirnya acara tersebut mendapat dukungan dari kementrian pariwisata dan pemerintah kota Solo.
Berbeda dengan tiga tahun sebelumnya yang digelar di Taman Balekambang, Festival Payung 2017 ini diadakan di Pura Mangkunegaran. Alasanya karena sang empunya acara -Heru Pataya- ingin tempat yang representatif dan yang lebih bersejarah, maka dipilihlah Pura Mangkunegara. Termasuk dipilihnya Ancillasura sebagai maskot merupakan hal baru dalam sejarah perjalanan festival payung. Mas Heru menjelaskan bahwa Ancillasura, putri dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IX dianggap mewakili anak muda zaman sekarang yang melek teknologi sekaligus peduli pada budaya tradisi.
Foto yang ini diambil dari Fokus Jateng |
Parade Pameran Busana Nusantara Bagian Terfavorit di Festival Payung
Selain memamerkan beragam payung lebih dari 30 kota, festival ini juga diisi dengan lomba melukis payung, kuliner, sarasehan dengan topik "Desa Pengrajin Payung sebagai Destinasi Wisata" juga fashion show yang menghadirkan 4 perancang busana yang memamerkan karyanya yaitu Rory Wardana (Solo), Maharani Setyawan (Klaten), Ofie Laim (Bandung) dan Dian Oerip (Jakarta). Seperti Lurik-Lurik Indonesia karya Maharani Setyawan, tema Jiwa yang digunakan Rory Wardana dan tema Riding The Wave karya Dian Oerip. Terdapat sekitar 6-11 rancangan di setiap tema yang dihadirkan.
Ini juga ku ambil pakai HP jadul cekrek cekrek ku |
Beberapa busana yang dipamerkan berasal dari Sumatera, Kalimantan, Bali dan NTT, Kesultanan Cirebon hingga Yogyakarta dan Solo. Dan acara Fashion Show malam itu menjadi bagian acara favorit ku di Festival Payung, luar biasa bagus yang berakhir pukul 21.00 WIB dan rombongan kita juga harus meninggalkan area Festival untuk makan malam.
Spot Foto Menarik yang Diburu Warga
Siangnya rombongan kembali kesana karena merasa belum puas explore Festival Payung dan aku menemukan banyak spot foto yang ramai dipakai pengunjung untuk selfie. YAh tapi maaf gambar di bawah ini bukan asli dari kamera ku tapi ku ambil dari lamanya berita TribunSolo.. tapi lokasi itu mewakili banget icon festival Payung.Lokasi ini selain buat foto, pada akhirnya dipakai juga buat parkir mobil.
Dan di Festival itu masih menyisakan banyak penasaran bagaimana membuat payung menjadi sesuatu yang sangat menarik dalam balutan Festival. Tapi lebih banyak rasa kekagumannya sih daripada penasaranya. Tahun depan semoga masih bisa ke sana lagi dan bertemu dengan Foundernya, mas Heru Pataya. Ada yang mau titip tanya?