Rajin Rapid Tes Karena Resiko Pekerjaan


Ini bagian pengalaman yang bisa jadi warisan anak cucu kelak ketika kita sudah menua dan masih sehat-sehat saja nantinya. Yaa kasihan juga sih mereka dapat warisannya cerita ginian,, tapi ini belum tentu terjadi di kehidupan mereka kelak dan udah jangan pernah terjadi lagi sih. Kondisi pandemi pertama kali dalam hidupp yang bisa secara langsung gue lihat dan rasakan. Walaupun gue sendiri bukan tenaga medis, salah satu kelompok yang dianggap garda terdepan -padahal bukan- dalam penanganan pandemi inii, tapi gue bekerja di instansi kesehatan which is secara masiv ngurusin kasus pandemi ini. Jadi gue merasakan kepiluan teman-teman yang berjuang bagaimana agar virus ini tidak makin banyak menginfeksi orang-orang.

Sejak kasus Covid dikonfirmasi mulai masuk wilayah Semarang 14 Maret lalu, kesibukan di kantor makin gila-gilaan. Sementara di kantor lain menerapkan WFH, atau beberapa instansi menerapkan sistem kerja shift dan pengurangan jam kerja, kita di kantor justru sebaliknya. Kerja keras tanpa batas dan nggak kenal lagi apa itu libur dan istirahat. 

Posisi gue sebagai asisten pribadi pimpinan di kantor yang mengharuskan gue juga ikut sibuk menyesuaikan jadwal kesibukan Bapak aka pimpinan, gue jadi masuk kategori yang rentan tertular. Setiap hari rapat bolak-balik Balaikota bersama jajaran Pemkot, masih kadang ketemu dengan teman-teman media saat akan konfirmasi update data kasus terbaru dengan Bapak, masih mendampingi bapak rapat dibeberapa tempat yang lagi-lagi masih ketemu orang. 

Belum lagi setiap kunjungan ke rumah isolasi di rumah dinas Wali Kota, yang dijadikan tempat isolasi pasien positif tanpa gejala, dan beberapa kali interaksi dengan pasien konfirm positif. Resiko tinggii penularan covid-19 tidak hanya pada tenaga medis tapii juga orang-orang yang bekerja dibalik layar seperti petugas epidemiologi yang traking pasien positiv dilapangan, juga orang-orang macam gue yang mobilitasnya cukup tinggi. Karena itu gue cukup rajin suntik vitamin C dan rapid tes hampir setiap dua minggu sekali. 

Alhamdulilah dapat fasilitas kantor sih, namun karena yang terakhir kemaren stok Rapid terbatas jadi gue rapid tes terdekat secara mandiri di klinik deket rumah. Cukup mahal juga sih sekali tes rapid kamren harus bayar 499 ribu. Dan jadwal rapid selanjutnya gue sempat nyari info di mana yang agak murah dikit, ternyata ada layanan dari Hallodoc yang bisa menghubungkan dengan klinik atau rumah sakit yang melayani rapid test terdekat dengan biaya yang lebih hemat hanya sekitar 295 ribu. Hallodoc emang bisa diandalkan saat ada kebutuhan seputar kesehatan saat ini. Nggak sekedar konsultasi kesehatan saja, sekarang layanan Hallodoc sudah banyak berkembang.

Loe rajin rapid aja kenapa nggak swab sekalian Sul? Bhaaiikk, sejauh ini gue udah empat kali rapid dan satu kali swab. Empat kali rapid itu alhamduililah hasilnya non reaktiif semua dan hasil swab pun negatif. Kenapa gue rajin banget Rapid padahal hasilnya selalu non reaktif? ya selain gue emang untuk pencegahan juga karena gue sadar resiko yang gue bawa balik setiap harinya setelah selesai bekerja. Gue ada ibu usia 60 tahun di rumah yang udah ada riwayat bronkitis, jadi gue parno aja tiap kali habis keluyuran karena kerjaan balik ke rumah takut bawa virus. 

Manalah akhir-akhir ini makin banyak teman-teman di lingkungan kerja yang mulai terpapar juga, jadi makin waspada dan emang harus skirining diri lebih awal.
Kegunaan Rapid Untuk Skrining, Penting
Yes, Rapid ini emang belum jadi jaminan untuk konfirm apakah tubuh kita sudah terpapar covid-19 apa belum. Fungsi rapid ini hanya mendeteksi sistem kekebalan tubuh kita aja apakah sudah pernah muncul untuk mendeteksi keberadaan virus Corona ini atau belum. Tapi setidaknya ini salah satu upaya yang bisa kita lakukan untuk pencegahan diri sendiri dan keluarga. Jujur agak sayang duitnya kalo harus sering swab juga karena biaya sekali swab sampai jutaan. 

Swab dilakukan pada kondisi ketika hasil rapid reaktif aja, untuk memastikan kita beneran positif atau tidak. Saolnya ada yang hasil rapid reaktif tapi hasil swab negatif. Karena bisa jadi Antibodi yang terdeteksi pada rapid test bisa saja merupakan antibodi terhadap virus lain atau coronavirus jenis lain, bukan yang menyebabkan COVID-19 atau SARS-CoV-2.

Saat ini pemeriksaan rapid atau swab secara masal dari pemerintah dalam hal ini Semarang, sifatnya terbatas untuk ODP, PDP , Kelompok berisiko dan orang yang telah kontak erat dengan pasien konfirm Covid-19. Selian itu, mereka yang mau rapid/swab tes duanjurkan untuk secara mandiri ke rumah sakit atau klinik yang melayani pemeriksaan tersebut.

Ikuti Anjuran Pemerintah untuk Physical Distancing atau #Dirumahaja

Tidak ada yang bisa kita lakukan saat ini selain nurut dengan himbauan pemerintah. Nggak susah woy cuman diem diri di rumah. loe hanya butuh beberapa aktifitas di rumah aja biar ngga bosen. Sesederhana itu kontribusi loe saat ini yang dibutuhkan negara tapi besar manfaatnya. 

Di kota Semarang sendiri, gue mengamati masih banyak yang nggak sadar ini karena masih banyak yang dengan PEDE nya nongkrong dan jalan-jalan. padahal mereka anak-anak milenial yang ngerti himbauan ini. Mau nyari apa sih? ya paham loe masih muda, masih sehat dan punya imun yang bagus. Jadi kalau misal loe terpapar Covid-19 ini nggak akan kenapa-kenapa dan timbul gejala. Tapi kalau loe abis jalan-jalan diluar dan bawa virus itu ke rumah kena orang tua loe, bisa apa? Jangan sok gagah dan egois ya. 

PR pemerintah ada di perkampungan dan warga yang sudah berumur dan nggak megakses sosial media. Tapi toh, sekarang sudah dikerahkan juga pak polisi babinkamtibmas juga petugas-petugas puskesmas yang sosialisasi sampai ke kampung-kampung dengan membawa toa muter-muter. Semua kegiatan mohon ditiadakan dulu sementara waktu sampai ini semuau mereda. 

Tinggalkan Komentar anda Tentang Berita ini