Heemm, gue nggak tahu kenapa tiba-tiba pengen nulis ini. Tadi buka blog niatnya mau nulis tentang hal lain. Jadi belok keselera lebih dewasa ini. Tahun ini gue udah 26 tahun, umur yang udah cukup untuk mulai memikirkan tentang pasangan hidup. Uhuuk
Emmm, umur-umur sebelumnya juga sebenernya udah cukup buat mikir pasangan ini. Tapi masih tipis-tipis gitu. Setelah sekarang lebih dari 25 tahun, gue rasa kayaknya udah harus mulai dipikirin rada tebel nih. Gue bukan buru-buru atau kebelet nikah ya, monmaap calon aja belum ada. Cuman lebih mengingatkan diri sendiri aja bahwa udah waktunya buat mikir serius ke arah sana.
Sejujurnya, dua tahun terakhir ini gue beneran lagi kosong. Nggak lagi deket atau mau deketin siapa-siapa. Cuman fokus sama kerjaan dan nyari kesenagan lainnya dari bekerja itu. Tahun inipun, gue sedang ada misi baru dengan pekerjan gue. Jadi kira-kira rencana menikah itu akan ada di tahun 2020, jika sudah ada pasangannya. Kalau belum ya, lillahita'ala gue pasrah soal itu. Gue percaya Tuhan akan mempertemukan jodoh umatnya dengan cara yang indah.
Salah satu yang mulai mempengaruhi gue akhirnya berfikir tentang pasangan hidup ini adalah ucapan emak gue beberapa waktu lalu. Sebelum umur gue nambah lagi jadi 27, emak pengen lihat gue udah ada yang dikenalin sebagai 'mas' dikeluarga. Katanya mumpung emak gue masih sehat, sebelum emak kenapa-kenapa dia pengen lihat gue udah ada yang ngijab. Kalimat itu jadi kayak hantu di otak gue. Beban? iya beban banget jujur.
Andai nyari jodoh itu kayak nyari diskon akhir tahun, gue nggak akan bertahan dengan kesendirian di angka ke 26 ini. Mungkin.
Bukan karena selera gue yang rumit. Sadar dengan kondisi gue yang sekarang, nggak mungkin pasang standar kayak Adam Levine juga. Cukup yang bisa bikin gue seneng tiap kali jalan dan ngobrol bareng dia. Cukup yang bisa bikin gue berasa aman kalo lagi sama dia. Cukup yang bisa ngemong gue. Cukup yang lebih matang dan dewasa dari gue. Cukupnya kok banyak ya? Haha
Iya, gue suka dengan laki-laki yang lebih dewasa dari gue. Dewasa secara usia juga pemikirannya. Lebih dewasa lima sampai delapan tahun dari usia gue masih oke. Eh, nggak ketuaan Sul?
Enggak, gue suka sama orang yang lebih tua emang. Tua yang dewasa ya, bukan tua secara usia saja. Gue suka dibimbing, dan harapan gue nantinya dapat suami yang bisa bimbing gue dalam segala hal.
Loe mau nyari suami apa dosen pembimbing sih?
Ya kalo bisa nyari suami yang bisa sekalian jadi dosen pembimbing hidup kenapa enggak yeekan.
Lah, soal membimbing mah nggak perlu harus nyari yang tua aja. Masih muda juga bisa ngebimbing kok. Mau dibimbing seperti apa emang?
Iya, yang muda atau minimal seumuran juga bisa bimbing. Tapi nggak tahu kenapa gue lebih sreg sama yang lebih dewasa aja. Sikapnya tenang, nggak ugal-ugalan. Bisa ngalah saat ego gue nggak bisa dikalahin. Kalau orang jawa bilang, bisa ngayem-ayemi. Mungkin faktor gue yang dari kecil kehilangan figure bapak kali ya, jadi pengen punya suami yang bisa menggantikan peran bapak gue dulu.
Harus sebidang nggak sul? Maksutnya, dibidang kreatif kayak yang loe kerjakan sekarang sebagai blogger.
Kalau bisa sih enggak ya. Dari dulu gue nggak suka deket atau pacaran sama orang dari bidang yang sama. Mungkin kedengarannya seru ya, bisa saling sharing tentang dunia yang sama. Bisa saling gibah tentang orang-orang sama yang ada di sekeliling kita juga. Tapi menurut gue itu bikin jenuh. Sharing-nya jadi nggak terlalu variatif karena sama-sama sharing tentang algoritma Instagram yang terus berubah-ubah gitu misalnya.
Beda case kalau suami gue dari dunia ekonomi mungkin. Eh bukan, dari dunia pemerintahan aja, kan mau jadi ibu pejabat. Jadi pas pillow talk bisa saling tukar cerita, gue yang kesel karena dapat content placement yang kecil fee-nya tapi gede permintaan dari client-nya. Sementara laki gue cerita tentang kebijakan-kebijakan publik, anggaran-anggaran negara atau cerita tentang kelakuan random temen-temen di kantornya.
Kaya informasi dari bidang yang berbeda. Seru menurut gue ya gitu.
Jadi pengen dapet suami pegawai aja Sul?
Kayaknya gitu. Apa aja sih, yang penting dia punya jadwal pasti. Dia ngantor biasa dari Senin sampai Jum'at. Gue freelance aja di rumah sambil ngurus rumah dan ngajarin anak-anak tentang banyak hal yang bisa gue ajarkan. Satu hal yang pengen banget gue lakukan dari dulu ketika nanti sudah menikah adalah bikinin makan siang buat suami dan langsung nganterin makan siangnya ke kantor. Insyallah jika laki gue nantinya ada dideretan pimpinan, gue pengen sekali dalam satu bulan ngundang staff-staffnya makan siang di rumah dari hasil masakan yang gue masak sendiri.
Emang udah bisa masak? bikin indomie goreng aja sampe gosong!
Ya gue bakal belajar masak, bila perlu gue less khusus masak sesudah menikah nanti. Bener-bener less masak yang juga diajarin gimana bikin menu sehat yang memenuhi kebutuhan gizi tiap hari. Jadi nggak cuman asal masak aja. Dari buku yang pernah gue baca, laki-laki itu anteng kalo kebutuhan biologisnya udah terpenuhi, istirahat cukup dan makan enak di rumah. Jadi para istri, bisa masak enak itu menurut gue wajib.
Jadi udah siap masak makan siangnya suami tahun ini Sul?
Emmmmm, sementara ini belum sih. Masih disiapkan untuk tahun 2020 kayaknya. Eh tapi doain aja yang terbaik semoga disegerakan, gitu aja.
Sekian #KhayalanBabu kali ini.